Ojek Online dan Penumpang yang Tidak Sabaran

Siang menjelang, seorang pemuda terlihat menunggu di depan gerbang lorong. Wajahnya tak henti menatap ke arah layar, sambil sesekali melihat ke kiri dan kanan. Seorang pengemudi ojek online tiba-tiba menghampiri sang pemuda sambil mengajak ngobrol. Percakapan terlihat alot dan sang pria naik ke motor dengan dongkol. Saya yang juga sedang menunggu ojek online jadi bertanya-tanya, perasaan dia baru berdiri disitu 3 menit yang lalu, apa si ojek online setelat itu?

Mungkin masih ingat, beberapa tahun yang lalu kita terbiasa bepergian dengan transportasi umum kemanapun. Saya sampai hapal banyak nomor kopaja ke berbagai area dan mulai terbiasa menunggu Transjakarta yang selalu penuh penumpang. Melelahkan dan jauh dari rasa aman, tapi entah standar nyaman saya yang terlalu rendah atau gimana, saya pun santai aja harus seperti itu. 

Ketika terburu-buru, saya "terpaksa" naik ojek pangkalan atau menyetop taksi. Perjalanan naik ojek pun selalu tertunda dengan debat-debatan harga yang kurang masuk akal dari si ojek, sampai akhirnya siapa yang capek duluan (biasanya saya) dan setuju dengan harga terakhir. Naik taksi pun masih harus menghadapi berbagai halangan, kadang tempat menuggu taksi yang kurang strategis, atau armadanya kurang, saya sampai harus menunggu lama untuk akhirnya mendapatkan taksi. Penuh perjuangan!

Hampir 2 tahun terakhir, penolong itu akhirnya datang. Aplikasi Ojek Online! sesuatu yang sudah dipikrkan banyak orang sejak lama, tapi akhirnya bisa kita manfaatkan dari handphone di genggaman. Saya bisa memesan ojek melalui satu aplikasi sederhana, menunggu dia di satu tempat, dan akhirnya dijemput menuju ke lokasi target. sangat sederhana. Apalagi aplikasi ini datang dengan banyak benefit, mulai dari voucher untuk pengguna pertama sampai potongan harga.

Aplikasi ojek online pun berkembang, sampai akhirnya taksi online dan mobil online pun tersedia dalam satu aplikasi. kemana-mana selalu murah, Senang banget saya bisa pindah ke satu tempat ke tempat lain cukup dengan pesan di satu aplikasi. Harganya pun murah banget, dan cukup menunggu manis untuk dijemput di depan. 

Ketika penyedia jasa berevolusi, para penggunanya pun berubah. Inovasi yang diberikan oleh para penyedia ojek, taksi, dan mobil online (Saya tidak perlu kasih label siapa) sepertinya belum dirasa cukup oleh segelintir penggunanya. Masih banyak keluhan yang muncul dari para pengguna aplikasi ini hingga saat ini. Salah satu keluhan yang sering saya temui di sekitar saya adalah para armada online yang "lambat" dalam menjemput ketika dibutuhkan. Tapi sebagai pribadi yang kritis, saya pun penasaran, apa memang seperti itu?

Coba bayangkan, berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk menuggu kendaraan panggilan sebelumnya. Cobalah kita ambil taksi konvensional sebagai salah satu perbandingan. Biasanya kita akan menelpon untuk memesan taksi dan memberikan alamat. Provider menyanggupi dan kita diminta menunggu. Biasanya waktu menunggu bisa 10-20 menit, yang membuat kita akhirnya menelpon kembali menanyakan status taksi yang kita pesan. Ketika datang, tidak ada keharusan si taksi untuk meminta maaf atau mengurangi harga argo. Argo berjalan seperti biasa entah anda dongkol atau sudah keburu telat. Lalu, ketika kita batal menggunakan, kita harus membayar denda yang tidak sedikit. 

Ketika menggunakan ojek sebagai perbandingan, kita juga harus menghadapi rintangan mencari pangkalan ojek para ojek berkumpul. Bagus kalau area kita dekat pangkalan, atau kita cukup mengenal daerah itu, kita bisa mendapatkan ojek dengan lebih mudah. Tapi, bayangkan kalau pangkalan ojeknya jauh atau area nya tidak kita kenal. Jadilah kita berkeliling mencari pangkalan ojek untuk kemudan menghadapi debat kusir untuk harga yang jauh dari terjangkau. 

Ojek dan taksi online bukan kendaraan ajaib. Mereka juga masih butuh waktu untuk mencari lokasi dan berkendara menuju tempat penumpang.  Walaupun dilengkapi GPS, mereka juga bukan pemilik map seisi kota di kepala mereka. Terkadang mereka berhenti untuk menanyakan jalan, berkendara lebih pelan untuk memperhatikan kiri-kanan melihat patokan, dan terkadang harus bolak-balik karena salah jalan. Tapi, tidak semua calon penumpang adalah manusia berhati mulia, dan embel-embel "online" sepertinya membuat kita (terkadang termasuk saya) berharap banyak. 

Siapa yang tidak mau dijemput cepat, tidak perlu menunggu lama didepan seperti orang bengong. Tapi kita lupa dengan berbagai hal yang bisa saja terjadi di jalanan, dan mulai menyalahkan si pengemudi yang tidak becus.
 
Kalau saja keluhan dan ekspektasi itu hanya menjadi bahan percakapan antara si pengemudi dan penumpang, ini bukan jadi masalah yang berarti. Tapi, terkadang rasa tidak sabar ini akhirnya berakhir dengan si penumpang memberikan rating rendah, melaporkan ini ke costumer service, atau bahkan mengeluhkan ini ke media sosial dan orang sekitar. Lebih jauh, keluhan ini bisa jadi membuat si pengendara kehilangan status ojek/mobil online nya karena di suspend. 

Saya pun jadi bertanya-tanya, apakah rasa tidak sabar sementara ini sepadan dengan menghilangkan status ojek online si pengemudi? Terkadang kita memberikan rating rendah tanpa menunggu rasa kesal kita reda, dan menghabiskan energi kita untuk menyampaikan uneg-uneg kita di kolom keluhan. Padahal memberi rating bisa menunggu, dan membuat amarah reda sebelum memberikan rating juga bukan dosa. 

Walaupun ini semua bisa tidak berlaku ketika si pengemudi membahayakan kita (ugal-ugalan, atribut kurang lengkap) atau kurang profesional (sengaja mampir kemana-mana, tidak dapat dihubungi), tetaplah menjadi pengendara yang empatik, dan tidak egois di dunia yang modern ini. Ingatlah kemudahan yang bisa diberikan ojek dan mobil online dalam hodup kita. maklumi kekurangan yang tidak berarti ini sebagai bagian dari proses inovasi. dan ini semua bisa kita awali dengan berpikir positif dan jangan langsung memberikan rating rendah karena emosi. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bedah Public Relations (PR): Penanganan Krisis Pizza Hut & Marugame Udon

Jurusan Public Relations Bukan Cuma Buat Cewek, Kok!