Dilema High Street Fashion & Fenomena Fast Fashion
Dua Sisi High Street Fashion |
Lampu mall Grand Indonesia masih bersinar kuning terang ketika dua pria muda terlihat memasuki sebuah department store berlogo dua alfabet merah itu. Salah satu diantara mereka, sang pria bercelana jeans sobek-sobek dan kaos coklat pekat terlihat bersemangat mengajak temannya yang tak kalah gaya dengan rambut polesan wax dan sweater rajut berwarna krem masuk kedalam store, entah sekedar melihat lihat atau membeli beberapa item koleksi musim ini. gelagat kedua pria ini cukup menarik perhatian saya karena kedua tangan mereka masih memegang tas plastik bermerek P&B dan Z, yang terletak tepat disamping store. Wah, borong ya mas?
Fenomena diatas sepertinya semakin sering kita temui diantara konsumen indonesia saat ini ya. semakin banyak brand fashion yang memasuki hidup masyarakat perkotaan, khususnya Jakarta dan menjadikan store mereka bukan hanya sebagai tempat belanja, namun juga menjadi ikon gaya hidup urban yang identik dengan konsumsi dan materi.
-------------------------------------
Kalau kamu termasuk orang yang senang berbelanja item fashion, pasti tidak akan asing dengan brand seperti Z, P&B atau HandM. ketiga brand ini dalam dunia fashion dikenal sebagai high street fashion (HSF). High street fashion (HSF) secara definitif dapat dijabarkan sebagai produk fashion yang diproduksi secara massal dan berbasis retail. Karakteristiknya yang massal bukan berarti produk-produk ini memiliki kualitas yang rendah, lho. High street fashion sebagian besar menjaga kualitas mereka dalam standar tertentu,walaupum bentuk manufakturnya yang besar menjadikan fashion item ini non-ekslusif bagi para penikmat fashion atau so called fashionista.
Bagi fashionista dengan budget seadanya, keberadaan high street fashion (HSF) merupakan hal yang patut dirayakan. Bayangkan, kita bisa mendapatkan produk fashionable dengan harga yang terjangkau dan bisa dibeli di mana-mana. Produk-produk high fashion street ini juga biasanya memiliki desain yang kekinian, pas banget sama anak muda ditengah tren #OOTD dan Lookbook yang dibawa oleh Instagram saat ini.
Karena kita (termasuk saya) terbiasa melihat industri fashion dalam ranah yang didepan mata sederhana ala kacamata kuda, kita dengan mudah terpesona dengan visi yang dibawakan oleh para high street fashion retailer yang memberikan kita instant fashion. kilau glitter jaket terbaru Z atau Aksen bulu-bulu HandM sepertinya membuat kita terbutakan dengan agenda dari para brand ini yang tidak seindah pajangan mereka.
HSF Brand : Behind the Scene
Dries Van Noten VS Z. Perbedaan Harga 20x Lebih Rendah. Bagaimana Bisa? |
kita bisa mulai dengan pertanyaan sederhana. Pernah gak kamu berpikir bagaimana industri HSF bisa menghadirkan koleksi-koleksi fashion mereka dengan terjangkau? padahal kalau kita perhatikan, biasanya koleksi para high street fashion brand ini sangat up-to-date dan mungkin baru saja kamu lihat di fashion runway beberapa hari yang lalu.
HSF brand menyajikan harga yang murah bukan tanpa alasan, lho. sejak awal pembuatannya, para brand ini menggunakan tenaga kerja massal yang dipekerjakan dalam sistem kontrak. Beberapa brand memilih secara khusus negara tempat mereka membuat produk mereka, misalnya Srilanka, Pakistan, dan Bangladesh, bahkan Indonesia yang merupakan negara berpenduduk padat dengan upah pekerja buruh yang sangat murah. bahkan dibawah 1 juta dalam sebulan. Jangan heran ketika kamu membeli baju di department store, akan tertulis tempat pembuatannya disalah satu negara tersebut.
HSF brand menekan biaya produksi melalui seleksi tenaga kerja dan sumber daya, yang tentu saja membuat harga jualnya menjadi lebih murah. Walaupun tidak semua melakukan hal tersebut, fenomena ini merupakan gambaran umum yang sering ditemui. Para buruh ini bekerja penuh waktu dalam ruangan-ruangan pabrik yang tidak memenuhi standar. 15 tahun terakhir, 250,000 lebih buruh garmen di India memustukan mengakhiri hidup mereka karena tidak mampu menghasilkan uang yang cukup untuk kebutuhan dasar sehari-hari.
High Street, Higher Money on Demand
Karakter High Street Fashion yang Justru Membuat Kita Semakin Banyak Berbelanja |
Di pernyataan sebelumnya, saya sempat menyatakan kalau industri HSF bisa jadi merupakan kabar gembira bagi para pecinta fashion kelas menengah dengan harga mereka yang terjangkau. Tapi, seperti perusahaan retail pada umunya, para brand HSF pastinya mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya dari fashion frenzy yang terjadi saat ini. Jadi bagaimana cara para brand tersebut meningkatkan pendapatan mereka?
Okay, sebagai so called fashionista. Kalimat yang paling menakutkan untuk didengar pastinya bukan "outfit kamu jelek", melainkan "outfit kamu gak up-to-date banget sih, ketinggalan banget!".
Lebih baik menggunakan outfit aneh yang sedang kekinian daripada pakai baju yang ketinggalan beberapa musim. Entah kamu setuju atau tidak, setidaknya insight inilah yang digunakan oleh para brand HSF untuk meningkatkan profit mereka. Secara spesifik, para HSF brand memang mendesain produk mereka untuk membuat kita sebagai konsumer mereka gak "trendy" lagi bahkan beberapa minggu setelah kita membeli produk newly arrival mereka.
Konsep kuantitas diatas kualitas pun menjadi lumrah bagi para pecinta HSF brand. Para HSF brand membuat tren baru setiap bulannya untuk membuat kamu terus membeli untuk tetap mengikuti tren. Hal ini pastinya berbeda banget dengan Designer Brand, brand yang muncul dari nama desainer besar misal Givenchy atau Chanel yang punya dua tema besar di bulan Februari dan Desember.
Ilustrasi Fast Fashion yang Selalu Mengeluarkan Koleksi Baru Bahkan Between Season |
Dalam industri fashion, fenomena ini kemudian dikenal dengan istilah Fast Fashion. Secara definitif, fast fashion dapat diartikan sebagai fenomena di industri fashion dimana proses produksi dipercepat sedemikian rupa untuk dapat terus menciptakan tren baru dengan biaya semurah mungkin. Tren baru mendorong pembelian baru dan tentu saja keuntungan yang berlipat.
Kalau kita kaitkan lagi dengan bahasan mengenai isu pekerja sebelumnya, pasti bisa menangkap hubungan diantara keduanya. Untuk dapat menciptakan tren baru secepat dan semirah mungkin, brand membutuhkan pekerja yang siap menyuplai produksi dengan cepat pula. Penekanan biaya produksi semurah mungkin membuat brand perlu buruh murah dengan jam kerja penuh memenuhi orderan setiap harinya. Pasokan barang pun selalu ada untuk memenuhi permintaan pasar, dan tren pun terus terbentuk, memaksa para fashionista untuk mengonsumsi produk.
kecintaan akan fashion menjadi tidak lebih dari sebuah supply chain management industry yang dikemas dengan iklan serta visual yang menarik dan toko-toko mentereng dengan pakaian yang dipajang rapih bersama manekin-manekin oleh fashion merchandiser. sedih ya :(
Originalitas yang Tabu di Fast Fashion
Tren Copycat oleh High Street Fashion (HSF) Brand |
Dengan fakta-fakta yang kurang menyenangkan tentang HSF brand dan fast fashion yang menyokong mereka, cara yang paling sering dilakukan oleh para HSF brand untuk menjaga para brand ini tetap relevan dan digandrungi oleh para muda mudi style seeker adalah dengan menawarkan koleksi fashion runway para brand desainer terkenal kepada konsumen dengan harga puluhan bahkan ratusan kali lipat lebih murah dari koleksi asilnya.
Industri fashion dituntut untuk tetap kreatif dan eksploratif dalam menemukan desain baru. Relevansi dan penerimaan pasar sangat dipengaruhi oleh kesan positif oleh sang brand tersebut disetiap koleksinya, yang kemudian mendorong konsumen untuk membeli. Namun, dengan fast fashion yang memberikan sangat sedikit waktu untuk proses kreatif tersebut, bagaimana bisa tetap menjaga "kejutan" tersebut tetap ada? ya mudah! lupakan originalitas dan mulai mengambil ide kreatif dari berbagai tempat.
Rumah mode besar seperti Chanel, Givenchy, Yves Saint Laurent, dll merupakan penyokong seni yang kita kenal sebagai fashion. setiap rumah desainer pun memiliki keunikan masing-masing yang menjadi identitas mereka, baik warna, teknik, material, atau potongan, hingga detail-detail lainnya yang menjadi basis pembeda dari brand desainer yang lain. Keunikan inilah yang membuat ekslusifitas brand mereka kemudian dikenal dan membuat mereka menjadi impian setiap fashionista.
Para desainer rumah mode ini bekerja keras membuat sesuatu yang baru dan original. Hal yang kemudian kita sama-sama sayangkan adalah ketika HSF menyalin koleksi-koleksi para rumah mode ini untuk membuat versi yang lebih "terjangkau" bagi para konsumennya. Inipun bukan merupakan hal baru, HSF memang selalu dikenal dengan kurangnya kreasi dan tuntutan demi tuntutan dari berbagai rumah mode karena pengambilan ide kreatif secara ilegal. padahal, para HSF brand ini juga memiliki Head Designer yang bertanggung jawab terhadap ide kreatif dari brand tersebut.
Jadi, bijaklah sebelum membeli. Tulisan ini bukan untuk membuat kamu merasa gak enak dengan apa yang kamu beli, lho. Tapi perlu ada kesadaran konsumen bahwa ada sebuah scene belakang layar yang kurang sehat dan proses berharga yang kemudian hilang hanya karena kita terpedaya dengan branding, yang justru menerjunkan kita ke lingkaran konsumerisme. Kualitas diatas kuantitas harus menjadi prinsip dalam fashion, dan hargailah originalitas dan proses kreatif yang muncul dari para desainer, karena inilah yang membuat fashion tetap hidup dan bergerak kedepan.
Sedih bgt baca yang bagian: 15 tahun terakhir, 250,000 lebih buruh garmen di India memustukan mengakhiri hidup mereka karena tidak mampu menghasilkan uang yang cukup untuk kebutuhan dasar sehari-hari. :( Semoga skala kemanusiaan seringnya berbanding terbalik dengan skala ekonomi ya...
BalasHapusIya mbak, aku juga miris. Kalau kamu minat tau lebih lanjut ttg praktik kerja nya dalam bentuk video, ada dokumenternya judulnya 'The True Cost'- Bisa lihat trailernya disini https://www.youtube.com/watch?v=OaGp5_Sfbss
Hapus